Mengenal Manajemen Keuangan Syariah
NAMA : RIZKY RAMADHAN
NIM : 11210530000146
Keuangan syariah semakin diminati masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dengan data OJK yang mencatat aset keuangan berbasis syariat di Indonesia mencapai Rp1.836 triliun per Februari 2021. Total aset tersebut meningkat dibandingkan Desember 2020 yang mencapai Rp1.803 triliun.
Keuangan syariah adalah salah satu sistem manajemen keuangan yang menggunakan prinsip dan dasar hukum Islam sebagai pedomannya.
Prinsip dan dasar hukum Islam tidak hanya diaplikasikan pada sistem, tetapi juga berlaku pada lembaga penyelenggara keuangan, termasuk produk-produk yang ditawarkannya.
Sebagai sebuah sistem manajemen keuangan, tujuannya adalah mengalihkan dana nasabah yang tersimpan di lembaga penyelenggara keuangan kepada pengguna dana.
Secara prinsip keuangan, hal ini tidak berbeda jauh dengan manajemen keuangan konvensional. Namun, tentu saja dalam beberapa hal, keuangan berbasis syariat berbeda dengan konvensional.
Prinsip pengelolaan keuangan syariah
Pengelolaan keuangan berbasis syariat harus berpegang teguh pada prinsip, yaitu:
Mengharap rida dari Allah SWT.
Tujuan yang hendak dicapai haruslah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan hadits Nabi Muhammad SAW.
Terbebas dari bunga/riba.
Menerapkan prinsip bagi hasil (sharing) antara bank dengan nasabah.
Sektor yang dibiayai bukan sektor yang dilarang dalam syariah Islam.
Investasi yang dilakukan harus terjamin kehalalannya.
Larangan dalam pengelolaan keuangan syariah
Lalu, apa saja yang dilarang dalam pengelolaannya?
Riba, sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 275-278 yang menyebutkan “Meninggalkan riba atau sistem bunga dan kembali kepada sistem ekonomi syariah”.
Maisir adalah memperoleh sesuatu dengan mudah tanpa bekerja keras atau judi. Hal ini diatur dalam surat Al Maidah ayat 90 tentang “Meninggalkan segala bentuk usaha yang spekulatif atau perjudian”.
Gharar adalah segala sesuatu yang bersifat tidak jelas atau tidak pasti. Gharar juga bisa dimaknai sebagai pertaruhan. Hal ini mencakup seluruh transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam jangkauan. Misalnya, jual beli ikan yang masih diternakkan dalam air dan belum terlihat hasilnya.
Boros yang diatur dalam surat Al Isra ayat 26-27 tentang “Meninggalkan segala bentuk pemborosan harta”.